Alasan Penghapus Pidana: Perbedaan Alasan Pembenar dan Pemaaf dalam KUHP Lama dan Baru

Dalam hukum pidana, tidak semua pelaku tindak pidana dapat langsung dijatuhi hukuman. Hakim hanya dapat menjatuhkan pidana kepada orang yang memiliki kemampuan bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh karena itu, KUHP dan peraturan turunannya mengatur beberapa alasan penghapus pidana yang memberikan dasar hukum bagi hakim untuk tidak menjatuhkan pidana meskipun pelaku telah memenuhi unsur-unsur delik.

Apa Itu Alasan Penghapus Pidana?

Alasan penghapus pidana merupakan dasar hukum yang memungkinkan hakim untuk membebaskan pelaku dari hukuman, meskipun pelaku telah memenuhi seluruh unsur tindak pidana. KUHP lama maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP baru) mengatur alasan-alasan ini secara eksplisit.

Hakim akan menggunakan alasan penghapus pidana jika pelaku tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum karena kondisi tertentu. Alasan ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf.

💡 Catatan: Alasan penghapus pidana berbeda dengan tidak adanya tindak pidana. Dalam hal ini, pelaku tetap melakukan perbuatan pidana, tetapi hukum memaafkan atau membenarkan perbuatan tersebut.

Perbedaan Alasan Pembenar dan Alasan Pemaaf

Alasan pembenar menghapus sifat melawan hukum dari suatu perbuatan. Alasan ini bersifat objektif karena berkaitan langsung dengan perbuatan itu sendiri atau faktor eksternal yang melatarbelakangi. Meskipun perbuatan telah memenuhi unsur-unsur delik, pelaku tidak dapat dipidana karena hukum menganggap tindakannya sah.

Contoh alasan pembenar:

  • Pelaku melaksanakan perintah undang-undang atau pejabat berwenang.
  • Pelaku membela diri dalam keadaan terpaksa (noodweer).

Sementara itu, alasan pemaaf tidak menghapus sifat melawan hukum, tetapi menghapus pertanggungjawaban pidana karena pelaku tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara moral maupun hukum. Alasan ini bersifat subjektif karena berkaitan dengan kondisi kejiwaan atau sikap batin pelaku.

Contoh alasan pemaaf:

  • Pelaku mengalami gangguan jiwa saat melakukan perbuatan.
  • Pelaku membela diri secara berlebihan karena ketakutan hebat (noodweer exces).

Alasan Pembenar dan Pemaaf Menurut KUHP Lama

Berikut perbandingan alasan pembenar dan pemaaf berdasarkan KUHP lama:

Alasan PembenarAlasan Pemaaf
Daya paksa (overmacht) – Pasal 48Ketidakmampuan bertanggung jawab – Pasal 44 ayat (1)
Pembelaan terpaksa (noodweer) – Pasal 49 ayat (1)Pembelaan terpaksa berlebih (noodweer exces) – Pasal 49 ayat (2)
Perintah undang-undang – Pasal 50Perintah jabatan tidak sah dengan iktikad baik – Pasal 51 ayat (2)
Perintah jabatan sah – Pasal 51 ayat (1)–

Alasan Pembenar dan Pemaaf Menurut KUHP Baru (UU 1/2023)

KUHP baru tetap mengadopsi prinsip yang sama, tetapi memperluas pengaturannya. Berikut tabel perbandingannya:

Alasan Pembenar (UU 1/2023)Alasan Pemaaf (UU 1/2023)
Perintah undang-undang – Pasal 31Tidak mampu bertanggung jawab (misalnya anak di bawah 12 tahun) – Pasal 40
Perintah pejabat berwenang – Pasal 32Pembelaan terpaksa yang berlebihan – Pasal 43
Keadaan darurat – Pasal 33Perintah jabatan tidak sah dengan iktikad baik – Pasal 44
Pembelaan terpaksa – Pasal 34–

Contoh Alasan Pembenar dan Alasan Pemaaf

  1. Contoh alasan pembenar:
    Regu penembak dari Brimob melaksanakan eksekusi pidana mati berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 dan Perkapolri No. 12 Tahun 2010. Meskipun tindakan tersebut memenuhi unsur pidana, pelaku tidak dapat dipidana karena hukum membenarkan tindakannya sebagai perintah jabatan yang sah.
  2. Contoh alasan pemaaf:
    Seorang penderita gangguan jiwa melakukan pembunuhan. Dalam hal ini, perbuatannya tetap melawan hukum. Namun, karena pelaku tidak memiliki kemampuan bertanggung jawab, hakim membebaskannya dari hukuman.

Penutup

an pembenar dan pemaaf mencegah pemidanaan terhadap pelaku yang berhak mendapatkan keadilan substantif dalam sistem hukum pidana.. Hakim wajib mempertimbangkan kondisi objektif dan subjektif dalam setiap perkara pidana, sebagaimana diatur dalam KUHP lama maupun KUHP baru. Dengan memahami perbedaan dan dasar hukumnya, masyarakat dapat menilai secara lebih bijak proses peradilan pidana di Indonesia.

Telusuri Lebih Lanjut