Sumpah Pocong dalam Perspektif Hukum Perdata di Indonesia
Apa Itu Sumpah Pocong?
Masyarakat Indonesia mengenal sumpah pocong sebagai tradisi yang digunakan untuk menyelesaikan suatu sengketa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan sumpah pocong sebagai sumpah yang dilakukan dengan tidur membujur ke arah utara, menghadap kiblat (barat), di dalam masjid, serta mengenakan kain kafan layaknya mayat.
Dalam praktiknya, orang yang melakukan sumpah pocong meminta kepada Allah SWT agar menjatuhkan azab atau laknat kepadanya jika ia berdusta. Oleh karena itu, masyarakat merasa takut melanggarnya karena mempertaruhkan keyakinan dan nyawa.
Apakah Sumpah Pocong Diatur dalam Hukum?
Hukum positif di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai sumpah pocong. Namun, hukum acara perdata mengenal sumpah sebagai salah satu alat bukti yang sah. Dengan demikian, sumpah pocong dapat dikaitkan dengan sumpah sebagai alat bukti, selama memenuhi ketentuan hukum acara yang berlaku.
Sumpah Sebagai Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata
Pasal 1866 KUH Perdata jo. Pasal 164 HIR menyebutkan lima jenis alat bukti dalam perkara perdata:
- Bukti tertulis
- Bukti saksi
- Persangkaan
- Pengakuan
- Sumpah
Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata, sumpah sebagai alat bukti merupakan keterangan yang disampaikan dengan menyebut nama Tuhan. Tujuan dari pengucapan sumpah ini adalah agar orang tersebut takut berdusta karena ancaman murka Tuhan.
Jenis-Jenis Sumpah dalam Hukum Perdata
Hukum acara perdata membagi sumpah ke dalam tiga jenis, yaitu:
- Sumpah pelengkap (suppletoir)
- Sumpah pemutus (decisoir)
- Sumpah penaksiran (aestimatoir)
Dalam konteks sumpah pocong, kita akan fokus pada sumpah pemutus karena jenis ini dapat menimbulkan akibat hukum secara langsung dan bersifat final.
Apa Itu Sumpah Pemutus?
Pasal 156 HIR memberi hak kepada salah satu pihak untuk meminta pihak lawannya mengucapkan sumpah pemutus. Jika pihak yang diminta bersumpah tidak bersedia melakukannya, maka pihak tersebut akan dianggap kalah dalam perkara.
Sumpah pemutus memiliki sifat litis decisoir, artinya sumpah ini mengikat hakim dan dapat langsung mengakhiri proses pemeriksaan perkara. Hakim akan menjatuhkan putusan berdasarkan sumpah tersebut, asalkan sumpah itu memenuhi syarat hukum.
Syarat Formil Sumpah Pemutus
Agar sah menurut hukum, sumpah pemutus harus memenuhi tiga syarat formil berikut secara kumulatif:
- Tidak terdapat bukti lain yang bisa memperkuat dalil salah satu pihak
- Inisiatif datang dari pihak yang meminta sumpah
- Pihak yang menuduh menegaskan bahwa pihak lawan melakukan perbuatan yang disengketakan
Jika kedua belah pihak melakukan perbuatan tersebut, maka pihak yang menerima permintaan sumpah dapat mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya
Apakah Sumpah Pocong Termasuk Sumpah Pemutus?
Walaupun hukum tidak secara eksplisit menyebut sumpah pocong, para ahli hukum mengakui bahwa sumpah pemutus dapat berbentuk sumpah pocong. Danialsyah menjelaskan dalam bukunya Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik bahwa pihak yang bersengketa dapat melakukan sumpah pemutus dalam bentuk sumpah pocong, sumpah di mimbar, atau bahkan sumpah di klenteng. Jika hakim menganggap sumpah pocong sebagai bentuk sah dari sumpah pemutus, maka hakim dapat menjadikan sumpah tersebut sebagai dasar untuk menetapkan putusan hukum yang final dan mengikat.
Penutup
Peraturan perundang-undangan Indonesia tidak secara eksplisit mengatur sumpah pocong sebagai praktik hukum. Namun, apabila sumpah pocong memenuhi syarat sebagai sumpah pemutus dalam hukum acara perdata, maka pengadilan dapat menggunakannya untuk menyelesaikan sengketa secara sah dan final. Oleh sebab itu, pihak yang hendak menggunakan sumpah pocong harus memastikan bahwa mereka melakukan sumpah tersebut dalam kerangka hukum yang tepat dan memperoleh persetujuan dari hakim.