Struktur dan Skala Upah: Panduan Lengkap untuk Pengusaha dan Karyawan Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan menyusun struktur dan skala upah. Tujuannya adalah memberikan kepastian hukum dan mengurangi kesenjangan antara upah tertinggi dan terendah. Penyusunan ini harus mempertimbangkan kemampuan finansial perusahaan serta produktivitas karyawan. Pengertian Struktur dan Skala Upah Struktur dan skala upah merujuk pada sistem tingkat upah yang mencakup rentang nominal dari terendah hingga tertinggi, sesuai dengan golongan jabatan dalam perusahaan. Perusahaan menggunakan sistem ini sebagai pedoman saat menentukan upah pekerja yang telah bekerja selama satu tahun atau lebih. Ketentuan lengkapnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan. Cara Perusahaan Menerapkan Skala Upah Perusahaan bisa menggunakan struktur dan skala upah untuk sistem pengupahan berdasarkan waktu, baik itu per jam, harian, maupun bulanan. Jika perusahaan memberikan upah pokok ditambah tunjangan, maka struktur dan skala upah hanya berlaku untuk upah pokoknya saja. Perusahaan juga wajib memberi tahu setiap pekerja mengenai struktur dan skala upah yang berlaku untuk jabatannya. Pemberitahuan ini harus dilakukan secara pribadi. Kewajiban dalam Dokumen Perusahaan Ketika mengajukan atau memperbarui Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), perusahaan harus melampirkan struktur dan skala upah dalam dokumen pengajuan tersebut. Aturan Kenaikan Gaji Tahunan Banyak karyawan bertanya, apakah gaji naik setiap tahun? Hukum tidak menetapkan persentase kenaikan gaji secara khusus. Namun, pengusaha tetap wajib meninjau upah secara berkala dengan mempertimbangkan kemampuan dan produktivitas. Perusahaan bisa menggunakan hasil evaluasi ini untuk menaikkan gaji jika memang layak dan sesuai kondisi bisnis. Hubungan Struktur Upah dan Upah Minimum Upah minimum adalah standar gaji bulanan terendah. Jika perusahaan hanya memberi upah pokok tanpa tunjangan, nominalnya tidak boleh lebih rendah dari upah minimum. Namun, jika perusahaan memberi tunjangan tidak tetap, maka upah pokoknya harus setidaknya sama dengan upah minimum. Larangan dan Sanksi Pengusaha yang membayar di bawah upah minimum melanggar hukum. Sanksinya bisa berupa: Jika sebelumnya perusahaan telah membayar upah di atas minimum, mereka tidak boleh menurunkannya setelah berlakunya UU Cipta Kerja. Penutup Struktur dan skala upah membantu perusahaan bersikap adil dalam menentukan gaji. Walaupun tidak ada aturan eksplisit soal kenaikan gaji tahunan, perusahaan tetap wajib mengevaluasi upah secara berkala. Dengan menerapkan struktur yang tepat, perusahaan bisa meningkatkan motivasi kerja karyawan dan menjaga hubungan industrial tetap sehat. Pelajari Lebih Lanjut
Pelaksanaan e-Proxy dan e-Voting dalam RUPS Elektronik
Pelaksanaan RUPS Secara Elektronik dalam Perusahaan Terbuka Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berperan sebagai organ penting dalam perseroan bersama direksi dan dewan komisaris. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) yang telah diubah oleh Perppu Cipta Kerja menyebutkan bahwa RUPS memegang wewenang yang tidak diberikan kepada direksi maupun dewan komisaris, sepanjang sesuai dengan anggaran dasar dan ketentuan UU PT. Tempat Pelaksanaan RUPS Pada prinsipnya, perseroan harus menyelenggarakan RUPS di tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. Namun, Pasal 77 ayat (1) UU PT juga membuka kemungkinan pelaksanaan RUPS melalui sarana elektronik. RUPS Secara Elektronik Menurut UU PT UU PT mengatur bahwa perseroan dapat melaksanakan RUPS secara elektronik, baik melalui media telekonferensi, video konferensi, maupun sarana elektronik lainnya. Syarat utamanya, media tersebut harus memungkinkan seluruh peserta rapat untuk saling melihat, mendengar, dan berpartisipasi secara langsung. Perseroan memenuhi seluruh ketentuan teknis dan menyelenggarakan RUPS secara elektronik secara sah RUPS Elektronik pada Perusahaan Terbuka Kami mengasumsikan bahwa yang Anda maksud adalah RUPS pada perusahaan terbuka, yaitu emiten atau perusahaan publik. Dalam konteks ini, pelaksanaan RUPS secara elektronik mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 15/2020 dan POJK 14/2025. Sarana Pelaksanaan RUPS Elektronik Perusahaan terbuka dapat menyelenggarakan RUPS secara elektronik menggunakan: e-RUPS adalah sistem atau sarana elektronik yang mendukung penyediaan informasi, pelaksanaan, dan pelaporan RUPS secara elektronik. Penyedia sistem ini bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyelenggaraan e-RUPS. Kewajiban Perusahaan Terbuka Perusahaan terbuka mengikuti seluruh ketentuan penggunaan yang telah ditetapkan penyedia sistem ketika mereka menggunakan e-RUPS. Fitur Wajib dalam e-RUPS Setiap sistem e-RUPS, baik dari penyedia maupun internal perusahaan, harus memiliki fitur sebagai berikut: Mengenal e-Proxy dan e-Voting dalam e-RUPS Pengertian e-Proxy dan e-Voting e-Proxy adalah fasilitas pemberian kuasa secara elektronik dalam e-RUPS. Lembaga seperti PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menyediakan sistem ini. Sementara itu, e-Voting merupakan mekanisme pemungutan suara secara elektronik dalam e-RUPS. Kedua fitur tersebut wajib tersedia dalam sistem e-RUPS agar pelaksanaan RUPS elektronik berjalan efektif dan sah. Pihak yang Dapat Menjadi Penerima Kuasa Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) POJK 15/2020, penerima kuasa elektronik dalam e-RUPS dapat berupa: Ketentuan Pelaksanaan e-Proxy dan e-Voting Penyedia sistem wajib menetapkan prosedur dan tata cara penggunaan e-RUPS, termasuk di dalamnya pengaturan teknis e-Proxy dan e-Voting. Ketentuan ini baru berlaku setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Cara Klaim Kompensasi Pesawat Delay
Cara Klaim Kompensasi Keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang Kompensasi atas Keterlambatan Penerbangan: Hak Penumpang dan Cara Klaimnya Keterlambatan penerbangan (flight delay) menjadi salah satu masalah yang kerap dialami penumpang pesawat. Dalam hal ini, maskapai penerbangan wajib memberikan informasi yang jelas dan kompensasi sesuai peraturan yang berlaku. Artikel ini mengulas secara lengkap tentang kategori keterlambatan, hak penumpang, dan cara klaim kompensasi sesuai ketentuan hukum di Indonesia. Apa Itu Keterlambatan Penerbangan? Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 (Permenhub 89/2015) mengatur bahwa keterlambatan penerbangan dalam badan usaha angkutan udara niaga berjadwal mencakup: Selanjutnya, otoritas penerbangan membagi keterlambatan penerbangan ke dalam enam kategori berikut: Petugas menghitung keterlambatan berdasarkan selisih waktu antara jadwal dan waktu sebenarnya saat pesawat melakukan block off atau block on di bandara keberangkatan dan kedatangan. Kewajiban Maskapai Saat Terjadi Delay Maskapai wajib menyampaikan informasi keterlambatan secara langsung kepada penumpang. Sesuai Pasal 7 ayat (1) Permenhub 89/2015, petugas khusus di ruang tunggu bandara harus menjelaskan keterlambatan secara transparan. Selain itu, Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU Penerbangan) menetapkan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian akibat keterlambatan angkutan penumpang, bagasi, atau kargo. Namun, maskapai dapat bebas dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan bahwa keterlambatan terjadi karena cuaca ekstrem atau gangguan teknis operasional. Contoh gangguan cuaca antara lain hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, visibilitas di bawah standar, atau kecepatan angin yang melampaui batas keselamatan. Kompensasi yang Wajib Diberikan Maskapai Maskapai penerbangan wajib memberikan kompensasi sesuai dengan kategori keterlambatan yang dialami penumpang. Berikut rincian kompensasinya: Untuk keterlambatan kategori 2 hingga 5, penumpang juga memiliki hak untuk memilih antara dialihkan ke penerbangan berikutnya atau mengajukan refund tiket secara penuh. Sebagai ilustrasi, jika penumpang mengalami keterlambatan hingga 4 jam (kategori 4), maka maskapai wajib memberikan kompensasi berupa minuman, makanan ringan, dan makanan berat. Cara Mengajukan Klaim Kompensasi Delay Pesawat Proses klaim kompensasi keterlambatan biasanya dilakukan secara aktif oleh petugas maskapai, seperti general manager, station manager, atau pihak lain yang ditunjuk. Namun, penumpang tetap harus memahami proses klaim berdasarkan kebijakan masing-masing maskapai atau platform pemesanan tiket. Misalnya, jika penumpang menggunakan Lion Air, maskapai tersebut mewajibkan pengisian formulir klaim dan mengikuti tenggat waktu tertentu. Dalam formulir tersebut, penumpang harus melampirkan bukti keterlambatan dan dokumen pendukung lainnya. Contoh lainnya, Traveloka mengatur klaim kompensasi melalui link otomatis yang dikirim via SMS jika penerbangan mengalami keterlambatan minimal 90 menit. Kesimpulan Penumpang pesawat memiliki hak hukum yang jelas ketika mengalami keterlambatan penerbangan. Maskapai wajib memberikan informasi yang akurat dan kompensasi sesuai peraturan. Dengan memahami kategori keterlambatan dan mekanisme klaim, penumpang dapat memperjuangkan haknya secara tepat. Telusuri Lebih Lanjut
Kewarganegaraan Dicabut, Bisakah Kembali Jadi WNI?
Kehilangan Kewarganegaraan Akibat Masuk Tentara Asing dan Tindak Desersi: Apakah Bisa Mendapatkan Kembali? Desersi Merupakan Tindak Pidana Militer Undang-Undang Hukum Pidana Militer mengatur bahwa desersi termasuk tindak pidana berat. Pasal 87 ayat (1) KUHP Militer menyatakan bahwa militer dapat dipidana jika: Selain itu, militer juga dapat dikenai sanksi jika: Dengan kata lain, desersi bukan sekadar pelanggaran disiplin, tetapi tindakan pidana yang memiliki konsekuensi serius. Alasan Hilangnya Kewarganegaraan Menurut UU 12/2006 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia (WNI) dapat kehilangan status kewarganegaraannya apabila melakukan tindakan tertentu. Berdasarkan Pasal 23 UU 12/2006, WNI dapat kehilangan kewarganegaraannya jika: Studi Kasus: Eks Marinir TNI AL yang Masuk Militer Asing Jika seorang eks marinir TNI AL masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin dari presiden, maka ia telah melanggar Pasal 23 huruf d UU 12/2006. Akibatnya, negara dapat mencabut status kewarganegaraannya. Namun, jika individu tersebut masuk militer asing karena mengikuti program wajib militer saat pendidikan, maka alasan ini tidak dapat dijadikan dasar kehilangan kewarganegaraan. Proses Pengumuman Kehilangan Kewarganegaraan Kementerian Hukum dan HAM akan mengumumkan nama individu yang kehilangan status WNI dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 dan perubahannya. Apakah Seseorang Dapat Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Indonesia? Jawabannya: bisa, asalkan melalui prosedur pewarganegaraan sesuai dengan ketentuan Pasal 31 UU 12/2006. Syarat Mengajukan Pewarganegaraan Berdasarkan Pasal 9–18 dan Pasal 22 UU 12/2006, seseorang dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan jika memenuhi syarat berikut: Prosedur Pengajuan Pewarganegaraan Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM. Pejabat kemudian akan memeriksa dan meneruskan permohonan ke presiden dalam waktu paling lama 3 bulan. Presiden berwenang untuk mengabulkan atau menolak permohonan tersebut. Jika menteri menyetujui permohonan, Presiden akan menerbitkan Keputusan Presiden, dan menteri akan mengumumkan nama pemohon dalam Berita Negara Jika menteri menolak permohonan, ia wajib memberitahukan alasan penolakan kepada pemohon dalam waktu paling lambat 3 bulan Apakah Eks Marinir yang Melakukan Desersi Dapat Menjadi WNI Kembali? Perseroan memenuhi seluruh ketentuan teknis dan menyelenggarakan RUPS secara elektronik secara sah. Tindakan ini merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan penjara. Karena pernah menerima pidana dengan ancaman penjara lebih dari satu tahun, ia kemungkinan gagal memenuhi syarat pewarganegaraan. Oleh karena itu, pihak berwenang kemungkinan besar menolak permohonannya Kesimpulan Undang-undang memberikan ruang bagi warga negara yang kehilangan kewarganegaraan untuk mendapatkannya kembali. Namun, proses tersebut memerlukan pemenuhan syarat administratif dan substantif, termasuk tidak memiliki catatan pidana berat. “Pemerintah mencabut kewarganegaraan eks marinir TNI AL yang bergabung dengan tentara asing dan melakukan desersi, karena perbuatan tersebut melanggar hukum dan memiliki dasar pencabutan yang sah. Meskipun ia dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan kembali, tindak pidana yang pernah ia lakukan kemungkinan besar menghambat proses tersebut.“ Telusuri Lebih Lanjut
Mengenal Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
Mengenal Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dalam Hukum Jaminan Kebendaan Dalam sistem hukum jaminan di Indonesia, kita mengenal dua bentuk utama jaminan, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Apa Itu Jaminan Kebendaan? Jaminan kebendaan melekat pada benda tertentu milik debitur. Jenis jaminan ini memberikan hak kepada kreditur untuk mendahului kreditur lain dalam pelunasan piutang apabila debitur gagal memenuhi kewajibannya. Jaminan kebendaan juga bersifat mengikuti benda tersebut di tangan siapa pun benda itu berada. Bagaimana Jaminan Perorangan Bekerja? Berbeda dengan jaminan kebendaan, jaminan perorangan bersumber dari pihak ketiga yang berkomitmen untuk menanggung utang debitur apabila debitur tidak sanggup melunasinya. Dalam konteks ini, objek jaminan tidak berupa benda, melainkan berbentuk penanggungan pribadi sebagaimana diatur dalam perjanjian borgtocht atau penanggungan menurut KUH Perdata. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Tanah Ketika objek jaminan berupa tanah atau benda terkait tanah, sistem hukum Indonesia menggunakan hak tanggungan sebagai bentuk jaminan kebendaan. Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan menyebutkan bahwa hak tanggungan merupakan hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sesuai UUPA. Hak ini memberikan kreditur hak prioritas atas piutangnya terhadap kreditur lain. Dengan demikian, hak tanggungan memberi perlindungan hukum kepada kreditur untuk mendahului pihak lain dalam proses pelunasan utang melalui pelelangan tanah yang dijaminkan apabila debitur wanprestasi. Apa Itu APHT? Untuk membebankan hak tanggungan secara sah, para pihak wajib membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pasal 1 angka 5 UU Hak Tanggungan mendefinisikan APHT sebagai akta autentik yang dibuat oleh PPAT dan memuat pemberian hak tanggungan dari debitur kepada kreditur. Para pihak membuat APHT untuk melahirkan hak tanggungan dan menjamin pengakuan hukumnya. Oleh karena itu, PPAT wajib menyusun akta ini secara autentik dan mencantumkan informasi lengkap seperti identitas para pihak, rincian utang, objek tanah, nilai jaminan, dan klausul penting seperti parate executie. Ruang Lingkup APHT dalam Hukum Jaminan Siapa Saja Subjek dalam APHT? Subjek hukum dalam APHT terdiri dari pemberi hak tanggungan (debitur) dan pemegang hak tanggungan (kreditur). Pemberi dan pemegang hak tanggungan harus menyatakan persetujuan secara aktif karena tanpa keterlibatan mereka berdua, mereka tidak dapat membuat APHT yang sah dan tidak bisa mendaftarkannya. Baik orang perseorangan maupun badan hukum dapat menjadi pihak dalam APHT. Karena APHT merupakan wujud dari pernyataan kehendak bersama, maka subjek dalam APHT harus identik dengan subjek dalam hak tanggungan. Objek Jaminan yang Termuat dalam APHT Selain subjek hukum, APHT juga harus mencantumkan objek jaminan secara rinci. Pemberi hak tanggungan harus memilih objek yang sesuai dengan jenis tanah yang dapat mereka bebankan hak tanggungan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UU Hak Tanggungan, yaitu: Bagaimana Kekuatan Hukum APHT? Walaupun PPAT menyusun APHT secara autentik, akta ini belum cukup kuat untuk menimbulkan hak tanggungan yang sempurna. APHT baru mengikat secara hukum terhadap para pihak, tetapi belum memiliki daya ikat terhadap pihak ketiga. Oleh karena itu, para pihak wajib mendaftarkan APHT ke Kantor Pertanahan. Mengapa Pendaftaran APHT Penting? Setelah pendaftaran selesai, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan (SHT), mencatatnya dalam buku tanah, dan mencantumkan endorsement pada sertifikat hak atas tanah. Proses ini memberikan kreditur perlindungan hukum yang kuat terhadap pihak ketiga, sesuai Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan Kesimpulan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) berperan penting dalam sistem hukum jaminan kebendaan di Indonesia. Jika menteri menyetujui permohonan, Presiden akan menerbitkan Keputusan Presiden, dan menteri akan mengumumkan nama pemohon dalam Berita Negara. Namun, agar hak tersebut sah dan mengikat secara hukum, para pihak harus menyusun APHT secara autentik dan mendaftarkannya ke Kantor Pertanahan. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap kreditur menjadi lebih kuat dan efektif. Telusuri Lebih Lanjut
Prosedur Pembatalan Jual Beli Saham PT
Perubahan Susunan Pemegang Saham dan Pendaftaran ke Menteri Hukum Oleh karena itu, setiap perubahan susunan pemegang saham dalam sebuah perseroan terbatas (PT) wajib didaftarkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) untuk dicatat dalam daftar perseroan, paling lambat 30 hari sejak tanggal pencatatan pemindahan hak atas saham. Apa Itu Daftar Perseroan? Sebagai acuan utama, dokumen daftar perseroan mencantumkan informasi penting tentang suatu perusahaan, yang meliputi: Data ini harus dimasukkan ke daftar perseroan pada hari yang sama dengan: Apa Saja yang Termasuk Perubahan Data Perseroan? Menurut Permenkumham Nomor 21 Tahun 2021, perubahan data perseroan meliputi: Prosedur Pendaftaran Perubahan Data Perseroan Setelah memperoleh seluruh data yang diperlukan, notaris mencantumkan semua perubahan data dalam akta berbahasa Indonesia. Selanjutnya, notaris mendaftarkan akta tersebut secara elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) milik Kementerian Hukum dan HAM Untuk mengubah susunan pemegang saham, pemohon perlu menyiapkan dokumen-dokumen berikut: Notaris menyimpan dokumen-dokumen ini setelah mereka menyelesaikan prosesnya. Bagaimana Cara Para Pihak Membatalkan Jual Beli Saham? Jika seluruh pihak menyetujui pembatalan jual beli saham yang telah mereka laporkan kepada Menteri dan telah mendapatkan surat pemberitahuan, maka mereka harus melakukan jual beli ulang untuk mengembalikan susunan kepemilikan seperti semula. Prosedur pemberitahuan jual beli saham tersebut tetap mengikuti tahapan yang sama seperti sebelumnya. Pentingnya Melakukan Pemberitahuan ke Menteri Oleh karena itu, jika Anda tidak memberitahukan perubahan susunan pemegang saham, Menteri Hukum akan menolak setiap permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang Anda ajukan berdasarkan susunan pemegang saham yang belum tercatat, sesuai ketentuan Pasal 56 ayat (4) UU Perseroan Terbatas (UUPT) Kesimpulan Perusahaan harus melaporkan dan mencatat setiap perubahan susunan pemegang saham dalam daftar perseroan, karena perubahan tersebut bukan sekadar urusan internal, melainkan kewajiban hukum.Jika perusahaan menunda atau lalai menyampaikan pemberitahuan, perusahaan dapat menghadapi hambatan dalam proses hukum di kemudian hari. Oleh karena itu, perusahaan wajib mendokumentasikan setiap perubahan secara sah melalui akta notaris dan segera melaporkannya secara elektronik ke SABH Kementerian Hukum dan HAM Telusuri Lebih Lanjut
Bisakah Bercerai karena Suami Jarang Ibadah?
Bolehkah Mengajukan Cerai karena Suami Jarang Salat? Salat menempati posisi penting dalam ajaran Islam. Allah Swt. mewajibkan salat sebagai salah satu dari lima rukun Islam, sehingga umat Islam tidak boleh mengabaikannya. Salat bahkan dikenal sebagai tiang agama karena membedakan antara muslim dan non-muslim. Selain sebagai kewajiban ritual, salat juga berfungsi sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah istri boleh mengajukan cerai jika suami jarang menjalankan salat? Aturan Perceraian dalam Hukum Indonesia Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila para pihak melangsungkannya sesuai hukum agama dan kepercayaannya. Setelah sah secara agama, pasangan wajib mencatatkan perkawinannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama (PA), setelah PA berusaha dan gagal mendamaikan kedua belah pihak. Seseorang hanya dapat mengajukan perceraian jika terdapat cukup alasan. Penjelasan Pasal 39 ayat (2) jo. Pasal 19 PP 9/1975 menyebutkan alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan cerai, antara lain: Tambahan Alasan Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Selain alasan di atas, Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menambahkan dua alasan lain, yaitu: Apakah Suami yang Jarang Ibadah Termasuk Alasan Cerai? Walaupun peraturan tidak menyebut secara eksplisit bahwa suami yang jarang salat menjadi alasan perceraian, namun fakta ini bisa digunakan untuk membuktikan terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang berkepanjangan. Jika istri merasa tidak nyaman dan hubungan rumah tangga terganggu akibat suami yang mengabaikan ibadah wajib, maka istri bisa mengajukan gugatan cerai berdasarkan alasan tidak ada harapan hidup rukun lagi. Pengadilan Agama akan menilai apakah alasan tersebut cukup kuat. Istri dapat mengajukan gugatan cerai di PA tempat tinggal suami. Jika suami menghilang atau tinggal di luar negeri, istri dapat mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama yang sesuai dengan domisili tempat tinggalnya. Alat Bukti dalam Perkara Perceraian Pengadilan Agama menerapkan hukum acara perdata dalam menangani perkara perceraian, sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UU 7/1989. Oleh karena itu, pihak yang mengajukan gugatan harus mengajukan alat bukti yang sah, seperti: Pasal 1866 KUH Perdata juga menyebutkan lima jenis alat bukti tersebut. Istri dapat menggunakan kesaksian dari kerabat atau orang terdekat, serta surat atau dokumen lain yang memperkuat bukti perselisihan. Jika istri ingin merekam percakapan suami, maka ia harus memastikan bahwa tindakan tersebut tidak melanggar hak privasi. Contoh Kasus: Suami Jarang Salat Menjadi Alasan Cerai Majelis Hakim Pengadilan Agama Tembilahan pernah memutus perkara serupa dalam Putusan No. 644/Pdt.G/2021/PA.Tbh. Dalam perkara ini, istri mengajukan gugatan cerai karena suaminya jarang salat dan tidak mampu menjadi imam yang baik bagi keluarga. Dua saksi menguatkan keterangan tersebut. Majelis hakim menyimpulkan bahwa hubungan suami istri sudah tidak harmonis, sering terjadi pertengkaran, dan tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali. Oleh karena itu, hakim mengabulkan gugatan cerai dengan verstek dan menjatuhkan talak satu ba’in sughro. Kesimpulan Suami yang jarang salat dapat memicu perselisihan berkepanjangan, sehingga istri dapat menggunakan fakta tersebut sebagai dasar untuk mengajukan cerai. Istri dapat mengajukan gugatan cerai dengan menyertakan bukti yang relevan dan sah menurut hukum acara perdata. Apabila kamu menghadapi situasi serupa, sebaiknya kamu berkonsultasi dengan penasihat hukum atau menghubungi PA setempat untuk memperoleh panduan lebih lanjut. Telusuri Lebih Lanjut
Aturan Potong Gaji Karyawan Swasta dalam Peraturan Ketenagakerjaan
Aturan Potong Gaji Karyawan Sesuai Peraturan Potong gaji karyawan diatur dalam Pasal 63 Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan (PP Pengupahan). Ketentuan ini menyebutkan bahwa pengusaha boleh melakukan pemotongan gaji, asalkan memenuhi syarat tertentu. Pemotongan Gaji Berdasarkan Peraturan Berikut adalah kondisi yang membolehkan perusahaan melakukan potongan terhadap gaji karyawan: Jumlah maksimal pemotongan gaji yang diperbolehkan oleh hukum adalah 50% dari total upah yang diterima karyawan. Apakah pemberi kerja boleh memotong gaji karyawan? Pemberi kerja boleh memotong gaji karyawan asalkan mengikuti aturan hukum yang berlaku. Pemotongan tersebut harus mengacu pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB) yang telah disepakati kedua belah pihak. Namun, jika pemberi kerja memotong gaji tanpa dasar hukum atau tanpa mencantumkannya dalam dokumen-dokumen tersebut, maka tindakan itu melanggar hukum dan tidak sah. Dasar Hukum Potong Gaji Karyawan Agar potongan gaji sah, pengusaha harus merujuk pada: Jika perusahaan memotong gaji karena selisih penjualan atau alasan lain yang tidak tercantum dalam perjanjian, maka perusahaan bertindak tanpa dasar hukum dan tidak berhak melakukan pemotongan tersebut. Upaya Hukum Jika Terjadi Perselisihan Jika pemberi kerja memotong gaji secara tidak sah dan merugikan karyawan, maka karyawan dapat menempuh upaya hukum untuk menyelesaikannya. Perselisihan semacam ini termasuk perselisihan hak, karena pemberi kerja tidak memenuhi hak yang seharusnya diterima oleh karyawan. Tahapan Penyelesaian Perselisihan: Kesimpulan Pemberi kerja boleh memotong gaji karyawan selama mematuhi peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan. Namun, jika pemberi kerja melakukan pemotongan secara sepihak tanpa dasar hukum, karyawan berhak menolak dan mengajukan keberatan melalui jalur hukum. Pahami isi perjanjian kerja Anda untuk mengetahui hak dan kewajiban secara tepat. Pelajari Lebih Lanjut
Kapan Diskresi Dianggap sebagai Korupsi?
Pengertian dan Syarat-syarat Diskresi Kami menyimpulkan bahwa kebijakan yang Anda maksud dalam pertanyaan merupakan suatu bentuk diskresi. Pejabat pemerintahan menetapkan dan/atau melakukan keputusan atau tindakan untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan ketika peraturan perundang-undangan memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap, tidak jelas, dan/atau terjadi stagnasi pemerintahan. UU Administrasi Pemerintahan yang telah diubah dengan Perppu Cipta Kerja mendefinisikan tindakan tersebut sebagai diskresi. Pejabat pemerintahan yang berwenang hanya boleh menggunakan diskresi dengan tujuan: Dalam menggunakan diskresi, pejabat wajib mengacu pada: Kemudian, pejabat pemerintahan juga harus memenuhi syarat-syarat diskresi berikut ini: Pejabat pemerintahan menetapkan diskresi sebagai kebijakan ketika peraturan perundang-undangan tidak mengatur persoalan yang sedang dihadapi. Dalam kondisi tersebut, pejabat mengambil inisiatif melalui keputusan atau tindakan untuk mengatasinya. Pejabat yang menggunakan diskresi sesuai dengan kriteria dalam UU Administrasi Pemerintahan tidak melakukan penyimpangan. Diskresi yang Dikategorikan sebagai Penyalahgunaan Wewenang Dalam UU Administrasi Pemerintahan, larangan penyalahgunaan wewenang meliputi: Demikian pula suatu diskresi dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang jika memenuhi kondisi-kondisi di atas. Penggunaan diskresi dikategorikan melampaui wewenang jika: Penggunaan diskresi dianggap mencampuradukkan wewenang jika diskresi digunakan tidak sesuai dengan tujuan wewenang yang diberikan, tidak sesuai Pasal 26 s.d. Pasal 28 UU Administrasi Pemerintahan, dan/atau bertentangan dengan AUPB. Sedangkan, menggunakan diskresi dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang jika dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang. Pejabat yang menggunakan diskresi secara melampaui wewenang atau secara sewenang-wenang membuat tindakannya menjadi tidak sah. Sementara itu, jika pejabat mencampuradukkan wewenang dalam penggunaan diskresi, maka pihak yang berwenang dapat membatalkan diskresi tersebut. Jika terdapat indikasi adanya penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan diskresi, maka pengadilan tata usaha negara (“PTUN”) berwenang untuk memeriksa dan memutus ada atau tidaknya penyalahgunaan wewenang. Kemudian, menurut Pasal 2 ayat (1) PERMA 4/2015, PTUN menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penilaian ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang sebelum adanya proses pidana. Kapan Diskresi Dianggap sebagai Korupsi? Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memuat salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang dalam ranah pidana, sebagaimana Anda singgung dalam pertanyaan. jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 (hal. 116-117) yang berbunyi: Orang yang bermaksud menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi lalu menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat pada jabatannya dan menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara, akan menghadapi pidana berupa penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Administrasi Pemerintahan Dalam perspektif hukum administrasi, Pasal 20 UU Administrasi Pemerintahan mengatur tentang penyalahgunaan wewenang yaitu ketika aparat pengawasan intern pemerintah (“APIP”) menemukan kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara, maka mereka harus melakukan pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 hari kerja sejak keputusan dan penerbitan hasil pengawasan. Badan pemerintahan menanggung pengembalian kerugian negara jika kesalahan administratif terjadi tanpa unsur penyalahgunaan wewenang. Namun, jika pejabat melakukan kesalahan administratif yang mengandung unsur penyalahgunaan wewenang dan menyebabkan kerugian negara, maka pejabat tersebut wajib mengembalikan kerugian negara. Sementara itu, jika pejabat pemerintah menyalahgunakan wewenangnya dalam penggunaan diskresi, maka penegak hukum dapat menjerat pejabat tersebut dengan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal terkait.. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 tentang tindak pidana korupsi, jika memenuhi unsur pasal berikut ini: Penyalahgunaan Kewenangan dan Diskresi Menurut M. Irsan Arief dalam buku Benang Merah Penyalahgunaan Kewenangan dan Diskresi; Antara Hukum Administrasi dan Hukum Pidana/Korupsi, perbedaan antara Pasal 20 UU Administrasi Pemerintahan dengan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 adalah pada unsur “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi”. Jika unsur ini terpenuhi, maka perbuatan yang awalnya masuk ranah administrasi, berubah menjadi ranah tindak pidana korupsi (hal. 61). Lebih lanjut,M. Irsan Arief menjelaskan bahwa secara normatif dan menurut teori hukum, pelaku memenuhi unsur “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi” ketika ia secara sengaja melakukan perbuatan dengan maksud tertentu. Dalam hal ini, pelaku secara sadar melakukan perbuatan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri, orang lain, atau korporasi, sehingga kesalahan terletak pada kesengajaan pelaku dalam mencapai tujuan tersebut.. Hal ini juga menunjukkan maksud jahat atau mens rea pelaku (hal. 61 – 62). Kesimpulannya, pelaku sudah menunjukkan karakteristik dominan dari pemenuhan unsur ini sejak sebelum atau saat mempersiapkan pelaksanaan kewenangannya. Pelaku secara aktif berupaya memperoleh keuntungan, baik dengan menjanjikan pemberian setelah pekerjaan berjalan atau selesai, maupun dengan menerima keuntungan terlebih dahulu sebelum melaksanakan kewenangannya. (hal. 62). Resiko Pejabat Tidak Mendapat Untung M. Irsan Arief menjelaskan bahwa meskipun pelaku telah mengembalikan kerugian keuangan negara, pelaku tetap bertanggung jawab secara pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 20 UU Administrasi Pemerintahan. Ia menegaskan bahwa jika seseorang memperoleh keuntungan dari penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian keuangan negara, maka orang tersebut telah melakukan tindak pidana korupsi. Namun, jika kerugian keuangan negara itu merupakan risiko di mana pejabat tidak mendapat keuntungan, maka termasuk dalam ranah administrasi (hal. 62 – 63). Namun, jika pejabat tersebut sengaja menyalahgunakan wewenangnya dan menyebabkan kerugian keuangan negara, maka penegak hukum dapat menjerat pejabat itu dengan pasal tindak pidana korupsi, karena ia memenuhi unsur kesengajaan. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, Pelajari Lebih Lanjut