Ketentuan Hukum Mengenai Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Organisasi Separatis di Indonesia Definisi dan Dasar Hukum Pembentukan Ormas Pemerintah mengatur pendirian organisasi kemasyarakatan (ormas) melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Perppu tersebut, ormas merupakan organisasi yang masyarakat dirikan secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hak dan Kewajiban Ormas Menurut Undang-Undang Hak Ormas: Undang-undang memberikan ormas sejumlah hak, antara lain: Kewajiban Ormas: Pasal 21 UU 17/2013 mengatur kewajiban ormas, yakni: Larangan Bagi Ormas Pasal 59 ayat (4) Perppu 2/2017 melarang ormas: Kegiatan separatis mencakup upaya memisahkan sebagian atau seluruh wilayah NKRI berdasarkan etnis, agama, atau ras. Sanksi Terhadap Ormas yang Melanggar Administratif: Sanksi Pidana: Setiap orang yang menjadi pengurus atau anggota ormas yang dengan sengaja melanggar larangan di atas dapat dikenai: Aspek Hukum Pembentukan Organisasi Separatis Ketentuan dalam KUHP Lama dan KUHP Baru Pemerintah juga dapat menjerat pendiri organisasi separatis dengan hukum pidana, yakni: Pasal 106 KUHP Lama: “Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.” Pasal 192 UU 1/2023 tentang KUHP Baru: “Setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI lepas dari Indonesia, dipidana dengan pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun.” Apakah Mendirikan Organisasi Separatis Merupakan Makar? Pertama-tama, Pasal 87 KUHP dan Pasal 160 UU 1/2023 menjelaskan bahwa makar baru terjadi jika terdapat permulaan pelaksanaan dari niat untuk menyerang kedaulatan negara. Dengan demikian, membentuk organisasi saja belum memenuhi unsur makar, karena: Namun, tindakan tersebut tetap dapat dijerat dengan pasal permufakatan jahat, sebagai berikut: Pasal 110 ayat (1) KUHP Lama: “Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, 106, 107, dan 108 dipidana menurut ancaman pidana pasal-pasal tersebut.” Pasal 196 UU 1/2023: “Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat atau persiapan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan 194 dipidana.” Kesimpulan Telusuri Lebih Lanjut
Bolehkah Bendera Israel Dikibarkan di Indonesia?
Ketentuan Hukum tentang Pengibaran Bendera Kebangsaan Asing di Indonesia Definisi Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing Pemerintah mengatur penggunaan bendera kebangsaan asing melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing. Dalam aturan ini, penggunaan bendera kebangsaan asing mencakup tindakan mengibarkan, memasang, atau membawa bendera tersebut di muka umum. WNA Dapat Mengibarkan Bendera Kebangsaannya dalam Keadaan Tertentu Warga Negara Asing (WNA) boleh mengibarkan bendera kebangsaannya di wilayah Indonesia dalam situasi sebagai berikut: WNA harus mengibarkan bendera tersebut di rumah atau kantornya, atau di halaman rumah atau kantor, sesuai ketentuan yang berlaku. WNI Dapat Mengibarkan Bendera Asing dengan Izin Khusus Warga Negara Indonesia (WNI) juga dapat mengibarkan bendera kebangsaan asing dalam kondisi tertentu, yaitu: Ketentuan Mengenai Pengibaran Bersama dengan Bendera Indonesia Setiap kali seseorang mengibarkan bendera kebangsaan asing, mereka wajib mengibarkannya bersama dengan bendera kebangsaan Indonesia, kecuali dalam keadaan pengibaran setengah tiang. Pengibaran bersama ini harus mengikuti ketentuan dalam peraturan pemerintah tentang bendera kebangsaan Republik Indonesia. Pengibaran Bendera Asing pada Makam Kehormatan Pemerintah memperbolehkan pengibaran bendera kebangsaan asing di makam kehormatan kebangsaan asing pada hari peringatan nasional bagi mereka yang gugur. Dalam situasi ini, pengibaran tidak perlu disertai dengan bendera Indonesia. Sanksi atas Pelanggaran Penggunaan Bendera Asing Pemerintah dapat menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang melanggar ketentuan penggunaan bendera kebangsaan asing. Pelanggar dapat dikenai hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda paling tinggi Rp500, sesuai ketentuan yang berlaku. Kesimpulan Penggunaan bendera kebangsaan asing di Indonesia tunduk pada pengaturan ketat untuk menjaga kedaulatan dan tata tertib publik. Baik WNA maupun WNI harus memperhatikan izin, lokasi, serta cara pengibaran bendera asing agar tidak melanggar hukum. Pemerintah mengedepankan sikap saling menghormati antarbangsa, tetapi tetap menegakkan aturan demi kepentingan nasional. Telusuri Lebih Lanjut
Penolakan Atas Putusan Arbitrase Internasional
Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional Berdasarkan Konvensi New York 1958 Konvensi New York 1958 mengatur pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Negara-negara pihak harus menerapkan konvensi ini untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase yang dibuat di luar wilayah yurisdiksinya, termasuk terhadap putusan yang tidak dianggap sebagai putusan domestik. Indonesia Telah Meratifikasi Konvensi New York Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Konvensi New York melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981. Sejak saat itu, Indonesia memiliki kewajiban untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional sesuai ketentuan konvensi tersebut. Alasan Penolakan Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional Meskipun Konvensi New York mewajibkan negara untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase, pihak yang menolak pelaksanaannya dapat mengajukan keberatan kepada otoritas yang berwenang. Dalam hal ini, pihak tersebut harus membuktikan salah satu dari alasan berikut: Oleh karena itu Negara yang menerima permohonan pengakuan dan pelaksanaan berhak menolak permohonan tersebut jika syarat hukum tidak terpenuhi: Pengaturan dalam Hukum Nasional Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah mengatur pelaksanaan arbitrase internasional dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 69. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang menangani permohonan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Syarat Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia Agar pengadilan Indonesia dapat melaksanakan putusan arbitrase internasional, para pihak harus memenuhi syarat-syarat berikut: Upaya Hukum terhadap Putusan Eksekuatur Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyetujui pelaksanaan arbitrase internasional, para pihak tidak dapat mengajukan banding atau kasasi. Namun, jika Ketua Pengadilan menolak permohonan pengakuan dan pelaksanaan, pihak yang tidak puas dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah harus memutus permohonan kasasi tersebut dalam jangka waktu maksimal 90 hari. Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang bersifat final dan melarang pihak mana pun untuk menggugatnya Telusuri Lebih Lanjut
Mengenal Kredit Value Chain di Indonesia
Memahami Kredit Value Chain dalam Pembiayaan UMKM dan Rantai Pasok Dalam sistem pembiayaan modern, pendekatan berbasis rantai nilai atau value chain menjadi salah satu strategi yang semakin banyak diterapkan, khususnya dalam pembiayaan UMKM. Konsep ini mendorong lembaga pembiayaan untuk tidak hanya menilai kelayakan usaha secara individu, tetapi juga mempertimbangkan keterkaitan seluruh proses produksi hingga distribusi dalam satu ekosistem usaha. Apa Itu Kredit Value Chain? Kredit value chain pada dasarnya merupakan bentuk pembiayaan yang mempertimbangkan seluruh rantai nilai suatu produk atau jasa. Lembaga pembiayaan tidak hanya menilai calon debitur secara individu, tetapi juga mengevaluasi bagaimana peran debitur dalam keseluruhan rantai nilai mulai dari penyedia bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan kata lain, pendekatan ini memperhatikan hubungan antar pelaku usaha yang bersama-sama menciptakan dan menambah nilai terhadap produk akhir. Fokusnya bukan semata pada satu entitas, tetapi pada hubungan kolaboratif di sepanjang aliran produk atau jasa. Konsep Value Chain dan Kaitannya dengan Kredit Konsep value chain menggambarkan seluruh rangkaian aktivitas yang dibutuhkan untuk membawa produk dari perencanaan hingga ke tangan konsumen akhir. Aktivitas ini mencakup: Setiap tahapan tersebut melibatkan aktor-aktor yang saling terhubung dan memerlukan pertukaran informasi, teknologi, dan komunikasi secara intensif. Dalam konteks kredit, lembaga pembiayaan perlu menganalisis posisi dan peran calon debitur dalam value chain tersebut. Tujuan Penerapan Kredit Value Chain Tujuan utama dari kredit value chain ialah mendorong efisiensi dan efektivitas pembiayaan dengan mendukung kolaborasi antar pelaku usaha. Produk akhir dari kredit ini bukan hanya barang atau jasa, melainkan pengembalian kredit yang efektif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, analis kredit harus memahami bagaimana kebijakan kredit (credit policy), persetujuan kredit (credit approval), dan penjualan kredit (credit sale) selaras dengan alur nilai pelanggan. Landasan Hukum Pembiayaan Rantai Pasok Meskipun istilah credit value chain belum diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, pemerintah telah mengakui bentuk pembiayaan yang sejalan dengan konsep ini melalui pembiayaan inklusif berbasis rantai pasok. Ketentuan ini memungkinkan pemberian kredit kepada: Kelompok dan Klaster UMKM Pemberian Kredit kepada Badan Usaha Non-UMKM Badan usaha non-UMKM dapat menerima pembiayaan sepanjang mereka menyalurkan dana tersebut kepada UMKM atau pihak terkait dalam rantai pasok. Ketentuannya adalah: Penutup Kredit berbasis value chain menawarkan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam mendukung pertumbuhan UMKM dan ekonomi lokal. Lembaga pembiayaan yang menerapkan strategi ini tidak hanya meminimalkan risiko kredit, tetapi juga memperkuat struktur ekosistem usaha melalui kolaborasi antarpelaku usaha. Di sisi lain, peraturan yang mendukung pembiayaan berbasis rantai pasok membuka peluang lebih luas bagi pelaku UMKM untuk memperoleh akses keuangan dengan cara yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan. Telusuri Lebih Lanjut
Single Purpose Business dalam KBLI
Memahami Konsep Single Purpose Business dalam Hukum Indonesia Banyak pelaku usaha menanyakan apakah sebuah badan usaha boleh menjalankan lebih dari satu jenis kegiatan usaha. Pertanyaan ini membawa kita pada konsep single purpose business yang sebenarnya belum diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Namun demikian, Anda tetap dapat memahami konsep ini melalui praktik perizinan berbasis risiko, khususnya dalam penyusunan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan pemilihan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Apa Itu Single Purpose Business? Konsep single purpose business merujuk pada prinsip bahwa satu entitas usaha hanya boleh menjalankan satu jenis kegiatan usaha tertentu. Badan usaha tersebut tidak dapat mencampur kegiatan usaha lainnya dalam bentuk atau bidang usaha yang berbeda. Dengan kata lain, perusahaan hanya boleh memiliki kegiatan usaha tunggal dan tidak dapat menggabungkan KBLI lain dalam satu NIB jika KBLI tersebut termasuk kategori single purpose. Landasan Konsep Single Purpose Business di Indonesia Meskipun belum ada ketentuan hukum yang secara khusus menyebut istilah single purpose business, Anda dapat menemukan penerapan konsep ini dalam sistem perizinan berbasis risiko melalui Online Single Submission (OSS). OSS menggunakan referensi dari KBLI sebagai dasar penentuan kegiatan usaha dan risikonya. Beberapa KBLI telah ditetapkan sebagai single purpose, yang artinya: Contoh KBLI yang Termasuk Single Purpose Business Salah satu contoh konkret KBLI yang menerapkan prinsip single purpose business adalah KBLI 52225. KBLI ini mencakup jasa pengelolaan kapal dari sisi teknis, seperti: Badan usaha yang menggunakan KBLI 52225 wajib berdiri khusus untuk kegiatan tersebut dan tidak boleh mencampur atau menambahkan KBLI lain di NIB yang sama. Implikasi Bagi Pelaku Usaha Jika Anda ingin mendirikan perusahaan dengan kegiatan usaha tertentu, Anda harus: Penutup Meskipun peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur secara eksplisit mengenai konsep single purpose business, sistem OSS dan ketentuan dalam KBLI telah menerapkan prinsip ini secara teknis. Oleh karena itu, Anda perlu memahami klasifikasi KBLI dengan baik sebelum memilihnya sebagai dasar perizinan usaha agar tidak mengalami kendala hukum di kemudian hari. Telusuri Lebih Lanjut
Keabsahan Perkawinan Sesama Jenis di Luar Negeri
Perkawinan Sesama Jenis di Luar Negeri Tidak Dapat Dicatatkan di Indonesia Warga Negara Indonesia (WNI) yang melangsungkan perkawinan di luar negeri wajib mematuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). Pasal 56 ayat (1) UU Perkawinan menegaskan bahwa WNI yang menikah di luar negeri hanya dapat dianggap sah apabila mereka melangsungkan perkawinan tersebut menurut hukum yang berlaku di negara setempat, selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Indonesia. Hukum Indonesia Hanya Mengakui Perkawinan antara Pria dan Wanita Indonesia secara tegas tidak mengakui perkawinan sesama jenis. Pasal 1 UU Perkawinan mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penjelasan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) juga menguatkan hal tersebut. Pemerintah mendefinisikan “perkawinan” sebagai ikatan antara seorang pria dan seorang wanita berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, hukum Indonesia secara eksplisit tidak mengakui perkawinan sesama jenis meskipun sah menurut hukum negara lain. WNI yang Menikah di Luar Negeri Wajib Mencatatkan Perkawinan Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan mengatur bahwa pasangan WNI yang menikah di luar negeri harus mencatatkan perkawinannya di Kantor Pencatatan Perkawinan di Indonesia dalam waktu satu tahun setelah kembali ke Indonesia. Petugas hanya dapat mencatat perkawinan tersebut jika para pihak tidak melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan. Perkawinan Sesama Jenis Tidak Dapat Dicatatkan di Indonesia Meskipun hukum negara lain melegalkan perkawinan sesama jenis, hukum Indonesia tidak mengakui dan tidak menerima pencatatan perkawinan tersebut. Akibatnya, WNI yang menikah sesama jenis di luar negeri tidak dapat mencatatkan perkawinannya di Indonesia. Penolakan pencatatan ini dapat menimbulkan dampak hukum signifikan, seperti: Kesimpulan WNI yang melangsungkan perkawinan sesama jenis di luar negeri tidak dapat mencatatkan perkawinannya di Indonesia karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 dan Pasal 56 ayat (1) UU Perkawinan. Pemerintah Indonesia hanya mengakui perkawinan yang sah antara pria dan wanita, dan mencatatkan perkawinan di luar negeri hanya apabila tidak melanggar hukum nasional. Oleh karena itu, pasangan sesama jenis tidak memperoleh pengakuan hukum atas hubungan perkawinan mereka di Indonesia. Telusuri Lebih Lanjut
Bolehkah Menjaminkan Sertifikat Tanah Milik Orang Lain?
Menjaminkan Sertifikat Tanah Milik Orang Lain untuk Kredit Bank: Apakah Diperbolehkan? Pengertian Kredit dan Agunan Bank memberikan kredit kepada debitur berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam. Dalam perjanjian tersebut, pihak debitur wajib melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunga yang telah disepakati. Berdasarkan ketentuan hukum, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan antara bank dan peminjam. Dalam praktiknya, bank biasanya meminta agunan atau jaminan tambahan. Nasabah debitur menyerahkan agunan tersebut untuk menjamin pelunasan kredit. Agunan dapat berupa barang, proyek, piutang, atau tanah. Penggunaan Tanah sebagai Agunan Kredit Jika nasabah menggunakan tanah sebagai agunan, maka hal itu berkaitan dengan hak tanggungan. Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) mengatur bahwa pihak yang memberikan pinjaman dapat membebankan hak tanggungan sebagai jaminan pada hak atas tanah. Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu jika terjadi gagal bayar. Bank mengikat tanah sebagai agunan melalui akta pemberian hak tanggungan (APHT). Namun, sebelum membuat APHT, pemilik tanah harus memberikan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) kepada debitur atau pihak penerima kuasa. Apakah Boleh Menjaminkan Sertifikat Atas Nama Orang Lain? Jawabannya, boleh, selama pemilik tanah memberikan persetujuan secara tertulis. Misalnya, jika seseorang ingin mengajukan kredit dengan menggunakan sertifikat hak milik (SHM) milik kakak iparnya, maka kakak ipar tersebut harus memberikan SKMHT. SKMHT merupakan bentuk kuasa khusus yang memberikan wewenang kepada penerima kuasa untuk membebankan hak tanggungan atas tanah milik pemberi kuasa. Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menjelaskan bahwa pemberian kuasa merupakan persetujuan untuk bertindak atas nama pemberi kuasa. Ketentuan Formal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UU HT) mewajibkan pihak yang membuat SKMHT untuk menggunakan akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPA). Selain itu, SKMHT harus memenuhi syarat berikut: Pemberi kuasa tidak dapat menarik kembali kuasa tersebut dan hanya mengakhiri kuasa setelah pelaksanaannya selesai atau masa berlakunya habis. Kesimpulan Anda dapat menjaminkan sertifikat atas nama orang lain untuk mengajukan kredit di bank, asalkan pemilik sertifikat memberikan persetujuan secara resmi melalui SKMHT. Para pihak menyusun dokumen ini untuk mencegah sengketa jika terjadi kredit macet dan memerlukan eksekusi terhadap jaminan. Telusuri Lebih Lanjut
Pengaturan Iklan Aset Kripto di Indonesia
Iklan Aset Kripto: Perusahaan Hanya Boleh Gunakan Media Resmi Perusahaan perdagangan aset kripto wajib berhati-hati saat menawarkan produknya kepada publik. Berdasarkan peraturan yang berlaku, perusahaan hanya boleh melakukan promosi melalui media resmi milik mereka sendiri. Jika mereka melanggar ketentuan ini, otoritas berwenang dapat menjatuhkan sanksi administratif yang berat, termasuk denda hingga Rp15 miliar. Perusahaan Kripto Hanya Boleh Gunakan Media Resmi Regulasi menyatakan bahwa perusahaan perdagangan aset kripto dilarang menawarkan produk aset kripto kepada masyarakat melalui iklan, kecuali iklan tersebut disebarkan melalui media resmi perusahaan. Media resmi ini meliputi situs web, aplikasi, dan/atau media sosial yang dikelola langsung oleh perusahaan itu sendiri. Dengan kata lain, perusahaan tidak boleh menggunakan jasa pihak ketiga atau saluran yang tidak resmi untuk menyebarluaskan promosi produknya. Tujuannya ialah untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa informasi yang tersebar berasal dari sumber yang dapat dipercaya. OJK dan Bappebti Awasi Penawaran Produk Kripto Walaupun Bappebti menjadi otoritas utama dalam mengatur perusahaan perdagangan aset kripto, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap memainkan peran penting dalam pengawasan terhadap kegiatan pemasaran di sektor keuangan digital. Dalam konteks ini, OJK tidak mengizinkan pihak ketiga untuk ikut menawarkan produk kripto milik perusahaan lain. Namun, perusahaan yang telah terdaftar resmi di Bappebti masih boleh melakukan iklan digital, termasuk melalui Google Ads, selama perusahaan menempatkan iklan tersebut pada platform resmi mereka sendiri. Artinya, iklan yang muncul harus langsung mengarah ke situs, aplikasi, atau media sosial resmi milik perusahaan, bukan ke pihak eksternal. Apa Sanksi Jika Melanggar Aturan Iklan Kripto? Apabila perusahaan melanggar ketentuan ini, regulator dapat menjatuhkan berbagai sanksi administratif, baik secara bertahap maupun sekaligus. Berikut daftar sanksi yang mungkin dikenakan: Menariknya, regulator dapat menjatuhkan sanksi denda atau pembatasan tanpa harus memberikan peringatan tertulis terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi di sektor aset kripto sangat ketat, dan perusahaan wajib mematuhinya dengan cermat. Kesimpulan: Iklan Aset Kripto Harus Mematuhi Regulasi Perusahaan perdagangan aset kripto di Indonesia hanya boleh menawarkan produknya melalui media resmi yang mereka kelola sendiri. Jika mereka melanggar, otoritas seperti OJK dan Bappebti dapat menjatuhkan sanksi berat. Meski pemerintah masih mengizinkan penggunaan iklan digital seperti Google Ads, perusahaan wajib menempatkan iklannya di kanal resmi milik mereka sendiri untuk mematuhi aturan Dengan memahami dan mematuhi ketentuan ini, perusahaan dapat menjaga reputasi, menghindari sanksi, dan tetap bersaing secara sehat dalam ekosistem perdagangan aset kripto di Indonesia. Telusuri Lebih Lanjut
Price Parity Clause dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha
Price Parity Clause: Risiko Hukum dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Pelaku usaha yang menggunakan price parity clause dalam kontraknya perlu mewaspadai potensi pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia. Meskipun belum ada regulasi yang secara khusus mengatur klausul ini, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tetap berlaku dan dapat menjerat praktik-praktik kontraktual yang bersifat anti-kompetitif. Apa Itu Price Parity Clause? Price parity clause atau PPC merupakan klausul dalam kontrak yang mewajibkan penjual untuk tidak menawarkan harga lebih rendah atau syarat lebih baik di kanal penjualan lain, seperti situs web mereka sendiri, toko offline, atau platform digital lainnya. Contohnya, penyedia hotel yang menandatangani perjanjian dengan platform OTA tidak boleh menjual kamar dengan harga lebih murah di situs resminya. Meskipun klausul ini tampak netral, kenyataannya dapat membatasi pilihan harga bagi konsumen dan menghambat persaingan antar kanal distribusi. Apakah Price Parity Clause Legal di Indonesia? Sampai saat ini, tidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara spesifik mengatur price parity clause. Namun, pelaku usaha harus memahami bahwa klausul tersebut dapat menimbulkan risiko pelanggaran hukum persaingan usaha, terutama jika menimbulkan efek pembatasan harga atau penyalahgunaan posisi dominan. Price Parity Clause dan Larangan Penetapan Harga Pasal 5 ayat (1) UU 5/1999 secara tegas melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pesaing untuk menetapkan harga atas barang atau jasa. Meskipun PPC tidak dibuat bersama pesaing, klausul ini bisa mengakibatkan efek serupa karena menciptakan keseragaman harga di berbagai kanal. Akibatnya, tekanan kompetitif menjadi lemah, dan pelaku usaha kehilangan insentif untuk menurunkan harga. Jika praktik ini meluas, konsumen akan kesulitan menemukan penawaran terbaik, dan efisiensi pasar pun terganggu. Price Parity Clause dan Penyalahgunaan Posisi Dominan Pasal 25 UU 5/1999 melarang pelaku usaha menggunakan posisi dominan untuk menetapkan syarat perdagangan yang menghalangi persaingan. PPC sering kali digunakan oleh pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar besar untuk membatasi penjual menawarkan harga lebih rendah di luar platformnya. Menurut hukum Indonesia, pelaku usaha dianggap dominan jika: Dalam kondisi seperti itu, penerapan price parity clause dapat dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan posisi dominan, karena mengunci akses pasar bagi pesaing baru dan mencegah inovasi harga. Apa Sanksi atas Pelanggaran Tersebut? Pelaku usaha yang terbukti melanggar ketentuan Pasal 5 atau Pasal 25 UU 5/1999 akan dikenai sanksi administratif oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Berdasarkan Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 47 UU 5/1999, KPPU dapat menjatuhkan sanksi berupa: Selain itu, KPPU juga berwenang mengumumkan pelanggaran tersebut kepada publik sebagai bentuk pencegahan. Kesimpulan: Perlu Waspadai Penggunaan Price Parity Clause Pelaku usaha yang menggunakan price parity clause dalam perjanjiannya harus berhati-hati. Meskipun klausul ini sah menurut hukum kontrak, penerapannya dapat melanggar hukum persaingan usaha, terutama jika menghalangi penjual menawarkan harga yang lebih kompetitif. Oleh karena itu, pelaku usaha sebaiknya: Dengan langkah tersebut, pelaku usaha dapat memitigasi risiko hukum sekaligus menjaga iklim persaingan yang sehat di pasar Indonesia. Telusuri Lebih Lanjut
Beda Alasan Pembenar dan Alasan Pemaaf dalam Hukum Pidana
Alasan Penghapus Pidana: Perbedaan Alasan Pembenar dan Pemaaf dalam KUHP Lama dan Baru Dalam hukum pidana, tidak semua pelaku tindak pidana dapat langsung dijatuhi hukuman. Hakim hanya dapat menjatuhkan pidana kepada orang yang memiliki kemampuan bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh karena itu, KUHP dan peraturan turunannya mengatur beberapa alasan penghapus pidana yang memberikan dasar hukum bagi hakim untuk tidak menjatuhkan pidana meskipun pelaku telah memenuhi unsur-unsur delik. Apa Itu Alasan Penghapus Pidana? Alasan penghapus pidana merupakan dasar hukum yang memungkinkan hakim untuk membebaskan pelaku dari hukuman, meskipun pelaku telah memenuhi seluruh unsur tindak pidana. KUHP lama maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP baru) mengatur alasan-alasan ini secara eksplisit. Hakim akan menggunakan alasan penghapus pidana jika pelaku tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum karena kondisi tertentu. Alasan ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. 💡 Catatan: Alasan penghapus pidana berbeda dengan tidak adanya tindak pidana. Dalam hal ini, pelaku tetap melakukan perbuatan pidana, tetapi hukum memaafkan atau membenarkan perbuatan tersebut. Perbedaan Alasan Pembenar dan Alasan Pemaaf Alasan pembenar menghapus sifat melawan hukum dari suatu perbuatan. Alasan ini bersifat objektif karena berkaitan langsung dengan perbuatan itu sendiri atau faktor eksternal yang melatarbelakangi. Meskipun perbuatan telah memenuhi unsur-unsur delik, pelaku tidak dapat dipidana karena hukum menganggap tindakannya sah. Contoh alasan pembenar: Sementara itu, alasan pemaaf tidak menghapus sifat melawan hukum, tetapi menghapus pertanggungjawaban pidana karena pelaku tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara moral maupun hukum. Alasan ini bersifat subjektif karena berkaitan dengan kondisi kejiwaan atau sikap batin pelaku. Contoh alasan pemaaf: Alasan Pembenar dan Pemaaf Menurut KUHP Lama Berikut perbandingan alasan pembenar dan pemaaf berdasarkan KUHP lama: Alasan Pembenar Alasan Pemaaf Daya paksa (overmacht) – Pasal 48 Ketidakmampuan bertanggung jawab – Pasal 44 ayat (1) Pembelaan terpaksa (noodweer) – Pasal 49 ayat (1) Pembelaan terpaksa berlebih (noodweer exces) – Pasal 49 ayat (2) Perintah undang-undang – Pasal 50 Perintah jabatan tidak sah dengan iktikad baik – Pasal 51 ayat (2) Perintah jabatan sah – Pasal 51 ayat (1) – Alasan Pembenar dan Pemaaf Menurut KUHP Baru (UU 1/2023) KUHP baru tetap mengadopsi prinsip yang sama, tetapi memperluas pengaturannya. Berikut tabel perbandingannya: Alasan Pembenar (UU 1/2023) Alasan Pemaaf (UU 1/2023) Perintah undang-undang – Pasal 31 Tidak mampu bertanggung jawab (misalnya anak di bawah 12 tahun) – Pasal 40 Perintah pejabat berwenang – Pasal 32 Pembelaan terpaksa yang berlebihan – Pasal 43 Keadaan darurat – Pasal 33 Perintah jabatan tidak sah dengan iktikad baik – Pasal 44 Pembelaan terpaksa – Pasal 34 – Contoh Alasan Pembenar dan Alasan Pemaaf Penutup an pembenar dan pemaaf mencegah pemidanaan terhadap pelaku yang berhak mendapatkan keadilan substantif dalam sistem hukum pidana.. Hakim wajib mempertimbangkan kondisi objektif dan subjektif dalam setiap perkara pidana, sebagaimana diatur dalam KUHP lama maupun KUHP baru. Dengan memahami perbedaan dan dasar hukumnya, masyarakat dapat menilai secara lebih bijak proses peradilan pidana di Indonesia. Telusuri Lebih Lanjut