Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Kontrak PBJ

Definisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang atau jasa oleh kementerian, lembaga, perangkat daerah, institusi lainnya, atau pemerintah desa yang menggunakan dana APBN, APBD, atau APB desa. Proses pengadaan ini berlangsung mulai dari identifikasi kebutuhan hingga serah terima hasil pekerjaan, sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Perpres 46/2025.

Maka dari itu, Dalam pelaksanaannya, pengadaan barang/jasa pemerintah tidak dilakukan secara informal atau sepihak. Pemerintah dan penyedia barang/jasa mengikat hubungan hukum yang sah dalam bentuk kontrak tertulis. Oleh karena itu Pasal 1 angka 44 Perpres 46/2025 menegaskan bahwa kontrak pengadaan adalah perjanjian tertulis antara pengguna anggaran (PA), kuasa pengguna anggaran (KPA), atau pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan penyedia atau pelaksana swakelola.

Dengan demikian, inti kegiatan pengadaan adalah perjanjian yang mengikat kedua pihak, yakni PPK, KPA, atau PA sebagai pihak pertama, dan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola sebagai pihak kedua.

Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa

Menurut Pasal 52 ayat (1) Perpres 46/2025, pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa terdiri atas beberapa tahapan:

  1. Surat penunjukan penyedia barang/jasa;
  2. Penandatanganan kontrak;
  3. Pemberian uang muka;
  4. Pembayaran prestasi pekerjaan;
  5. Perubahan kontrak;
  6. Penyesuaian harga;
  7. Penghentian kontrak atau berakhirnya kontrak;
  8. Pemutusan kontrak;
  9. Serah terima hasil pekerjaan; dan/atau
  10. Penanganan keadaan kahar.

Permasalahan dan Sengketa dalam Pelaksanaan Kontrak PBJ

Dalam praktik, sengketa atau masalah administratif, teknis, maupun hukum dapat muncul selama pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa. Oleh karena itu, pemerintah menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa guna menjaga keberlangsungan proyek serta memberikan kepastian hukum bagi para pihak.

Sebagai contoh, dalam Yurisprudensi MA No. 1/Yur/Kor/2018 dijelaskan bahwa pembayaran proyek yang belum selesai bukan kerugian negara jika memenuhi enam syarat:

  • Keadaan memaksa yang menyebabkan kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu;
  • Adanya addendum perpanjangan waktu;
  • Penentuan denda keterlambatan;
  • Pelaksana proyek telah membayar denda keterlambatan;
  • Proyek dapat diselesaikan tepat waktu berdasarkan perpanjangan waktu;
  • Proyek telah diterima oleh pemberi proyek.

Forum Penyelesaian Sengketa Kontrak PBJ

Pasal 85 Perpres 12/2021 mengatur bahwa sengketa kontrak antara PPK dan penyedia barang/jasa dapat diselesaikan melalui:

  • Layanan penyelesaian sengketa kontrak di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP);
  • Arbitrase;
  • Dewan Sengketa Konstruksi (DSK);
  • Pengadilan.

Penyelesaian Sengketa Melalui LKPP

LKPP menyediakan layanan penyelesaian sengketa secara bertahap melalui:

  • Mediasi: proses perundingan yang dibantu mediator untuk mencapai kesepakatan tanpa pengadilan.
  • Konsiliasi: proses perundingan dengan bantuan konsiliator yang memberikan usulan penyelesaian.
  • Arbitrase: penyelesaian oleh arbiter atau majelis arbiter yang ditunjuk untuk memeriksa dan memutus sengketa.

Dan juga bila mediasi gagal, para pihak dapat melanjutkan ke konsiliasi, dan jika konsiliasi gagal, dapat melanjutkan ke arbitrase, kecuali para pihak telah menandatangani akta perdamaian, atau sengketa termasuk pengecualian.

Mekanisme LKPP

  • Pengajuan permohonan oleh salah satu atau kedua pihak.
  • Evaluasi pendahuluan permohonan.
  • Penunjukan mediator, konsiliator, atau arbiter.
  • Pelaksanaan mediasi, konsiliasi, atau arbitrase.

Mediasi dan konsiliasi berlangsung maksimal 30 hari kerja, dengan kemungkinan perpanjangan 10 hari kerja. Para pihak menyatakan proses gagal jika mereka tidak mencapai kesepakatan.

Meski Para pihak wajib hadir dalam mediasi atau konsiliasi, dengan atau tanpa kuasa hukum. Ketidakhadiran tanpa alasan sah mengakibatkan pembatalan permohonan.

Mediasi atau konsiliasi berakhir bila:

  • Para pihak menandatangani akta perdamaian;
  • Mediator/konsiliator menyatakan proses tidak berhasil;
  • Salah satu pihak mundur secara tertulis;
  • Sengketa termasuk dalam pengecualian;
  • Salah satu atau kedua pihak tidak beritikad baik;
  • Jangka waktu mediasi atau konsiliasi berakhir.

Oleh karena itu, Para pihak menandatangani akta perdamaian untuk mencatat kesepakatan setelah berhasil mencapai kesepakatan.

Arbitrase terdiri dari:

  • Pemeriksaan pendahuluan;
  • Pembuktian dengan alat bukti surat, saksi, ahli;
  • Pengajuan kesimpulan;
  • Para pihak wajib mendaftarkan putusan arbiter tersebut di Pengadilan Negeri setempat

Penyelesaian Sengketa Melalui Dewan Sengketa Konstruksi (DSK)

Para pihak membentuk DSK sejak awal kontrak sebagai tim atau perorangan untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa konstruksi sesuai Permen PUPR 11/2021.

Bertugas memberikan pertimbangan profesional dan merumuskan putusan formal yang mengikat setelah 28 hari kalender jika tidak ada keberatan.

Walau demikian, DSK terdiri dari 1-3 anggota dengan jumlah ganjil.

Selain itu, Pihak terkait menggunakan DSK untuk proyek konstruksi yang dananya berasal dari pinjaman atau hibah dalam maupun luar negeri sesuai ketentuan.

Tahapan Penyelesaian Sengketa oleh DSK:

  1. Pemberitahuan sengketa dengan kronologis dan data pendukung;
  2. Penelaahan dokumen terkait;
  3. Rapat dengar pendapat dengan penyedia dan pengguna jasa;
  4. Kunjungan lapangan untuk mengumpulkan data kondisi pelaksanaan kontrak;
  5. Rapat internal DSK untuk membahas temuan dan merumuskan putusan;
  6. Penerbitan putusan formal yang bersifat final dan mengikat jika tidak ada keberatan.

Telusuri Lebih Lanjut