Apakah Pemegang Saham yang Merangkap Sebagai Direksi Boleh Hadir dalam RUPS?
Dalam praktik Perseroan Terbatas (PT), sering kali terjadi seseorang merangkap sebagai pemegang saham sekaligus direksi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: apakah orang tersebut boleh hadir dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)? Artikel ini akan membahas secara lengkap berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Pengertian PT dan PT Tbk
Sesuai Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), PT merupakan badan hukum berbentuk persekutuan modal yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sementara itu, PT Tbk adalah bentuk khusus PT yang sahamnya diperdagangkan secara publik di pasar modal. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (3) UUPT.
Apa Itu RUPS?
RUPS adalah organ perseroan yang memiliki kewenangan tertinggi dan tidak dimiliki oleh direksi maupun dewan komisaris. RUPS berperan dalam pengambilan keputusan penting, seperti pengesahan laporan keuangan, perubahan anggaran dasar, hingga pengangkatan atau pemberhentian direksi dan komisaris.
Menurut Pasal 1 angka 4 UUPT yang telah diubah melalui Perppu Cipta Kerja, RUPS menyandang kedudukan yang sangat strategis dalam struktur perusahaan.
Bolehkah Direksi yang Juga Pemegang Saham Hadir dalam RUPS?
Jawabannya: boleh.
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) POJK 15/2020, setiap pemegang saham, baik hadir sendiri maupun melalui kuasa, berhak hadir dan mengeluarkan suara dalam RUPS. Selain itu, Pasal 37 POJK 15/2020 juga menyebutkan bahwa direksi dan komisaris berhak hadir dalam RUPS.
Dengan demikian, apabila seseorang merangkap sebagai direksi sekaligus pemegang saham, maka ia dapat hadir dalam dua kapasitas sekaligus—yakni sebagai peserta RUPS dan sebagai direksi yang menjelaskan kinerja perusahaan.
Namun, terdapat pengecualian. Dalam hal RUPS hanya boleh dihadiri oleh pemegang saham independen (misalnya, dalam kasus transaksi material tertentu), maka anggota direksi—meskipun memiliki saham—tidak boleh hadir. Pemegang saham independen diartikan sebagai pihak yang tidak memiliki hubungan afiliasi atau kepentingan pribadi dengan perusahaan.
Apakah Direksi yang Juga Pemegang Saham Memiliki Hak Suara?
Ya, memiliki.
Merujuk pada Pasal 84 ayat (1) UUPT, setiap saham memiliki satu hak suara, kecuali anggaran dasar menyatakan lain. Selama direksi secara sah memiliki saham tersebut, mereka tetap dapat menggunakan hak suaranya dalam RUPS.
Pasal 38 ayat (3) POJK 15/2020 melarang anggota direksi memimpin RUPS jika terjadi benturan kepentingan.
Selain itu, Pasal 84 ayat (2) UUPT menegaskan bahwa saham milik perseroan sendiri atau anak perusahaan tidak memiliki hak suara. Jadi, jika direksi memiliki saham melalui mekanisme seperti ini, penyelenggara RUPS tidak menghitung hak suaranya dalam kuorum dan voting.
Apakah Direksi Dapat Menjadi Kuasa Pemegang Saham dalam RUPS?
Tidak bisa.
Pasal 85 ayat (4) UUPT dan Pasal 30 ayat (1) POJK 15/2020 melarang anggota direksi, dewan komisaris, dan karyawan perusahaan terbuka untuk bertindak sebagai kuasa pemegang saham. Oleh karena itu, apabila pemegang saham ingin memberikan kuasa, ia harus menunjuk pihak lain yang bukan termasuk organ perseroan.
Laporan Kepemilikan Saham Tidak Langsung oleh Direksi dan Komisaris
Jika direksi atau komisaris memiliki saham secara tidak langsung—misalnya melalui pihak ketiga atau entitas lain—mereka tetap wajib melaporkan kepemilikan saham tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK mengatur hal ini dalam POJK 4/2024.
Pelaporan ini berlaku jika:
- Kepemilikan saham dengan hak suara minimal 5%;
- Terjadi perubahan atas kepemilikan tersebut;
- Pihak tersebut adalah pengendali langsung atau tidak langsung dari perusahaan.
Pemegang saham harus menyampaikan laporan setiap kali terjadi perubahan satuan persentase, bukan hanya saat melewati ambang batas tertentu.
Kesimpulan
Direksi yang memiliki saham dalam PT Tbk tetap dapat menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS, kecuali jika RUPS tersebut hanya terbuka bagi pemegang saham independen. Namun, direksi tidak dapat menjadi kuasa dari pemegang saham lain dan harus berhati-hati jika ada benturan kepentingan dalam agenda rapat.
Selain itu, direksi dan komisaris wajib melaporkan kepemilikan saham mereka, termasuk yang tidak langsung, kepada OJK untuk mendukung transparansi dalam pasar modal.