Apakah Bunyi Termasuk Pornografi?
Pertanyaan mengenai apakah bunyi termasuk pornografi sangat relevan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Pornografi, bunyi dapat termasuk sebagai bentuk pornografi jika memuat unsur kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan.
Bunyi Mendesah Termasuk Pornografi?
Pasal 1 angka 1 UU Pornografi menyebutkan bahwa pornografi meliputi suara atau bunyi yang mengandung unsur cabul. Jika seseorang memperdengarkan suara desahan yang menyerupai aktivitas persenggamaan, maka tindakan tersebut dapat memenuhi unsur pornografi. Hal ini berlaku apabila masyarakat menilai bunyi itu mengandung eksploitasi seksual dan melanggar nilai kesusilaan.
Larangan Memperdengarkan Pornografi
Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi melarang setiap orang untuk memproduksi, menyebarluaskan, atau menyediakan materi pornografi. Larangan tersebut secara eksplisit mencakup:
- Persenggamaan, termasuk yang menyimpang
- Kekerasan seksual
- Masturbasi atau onani
- Ketelanjangan atau kesan ketelanjangan
- Alat kelamin
- Pornografi anak
Selain itu, Pasal 6 UU Pornografi juga melarang siapa pun memperdengarkan materi pornografi, kecuali pihak yang mendapat kewenangan melalui peraturan perundang-undangan. Penjelasan pasal ini menegaskan bahwa pemutaran suara berisi unsur cabul hanya dapat dilakukan di lokasi tertentu dengan izin resmi.
Sanksi Pidana Memutar Bunyi Pornografi
Seseorang yang memperdengarkan suara desahan yang memenuhi unsur pornografi dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 29 jo. Pasal 6 UU Pornografi. Pelaku terancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda hingga Rp2 miliar. Jika pelaku melibatkan anak, maka ancaman pidana meningkat sepertiga dari maksimum hukuman.
Pelanggaran Kesusilaan Menurut KUHP dan UU KUHP Baru
Selain UU Pornografi, perbuatan memperdengarkan bunyi cabul di ruang publik dapat melanggar hukum kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023).
Pasal 281 KUHP Lama
Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang secara sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta. Tindakan tersebut termasuk mencium, menyentuh bagian intim, atau perilaku cabul lainnya di depan umum.
Pasal 406 UU 1 Tahun 2023
UU KUHP baru yang berlaku mulai 2026 juga mengatur hal serupa. Pasal 406 menetapkan bahwa siapa pun yang melanggar kesusilaan di ruang publik atau di hadapan orang lain tanpa persetujuan telah melakukan tindak pidana. Negara dapat menjatuhkan hukuman penjara paling lama 1 tahun atau mengenakan denda hingga Rp10 juta (kategori II) kepada pelaku.
Pengertian Kesusilaan
Menurut R. Soesilo, kesusilaan mencakup perbuatan cabul seperti bersetubuh, meraba, hingga mencium yang dilakukan di depan umum. Dalam UU 1 Tahun 2023, pelanggaran kesusilaan meliputi tindakan mempertontonkan ketelanjangan, alat kelamin, atau aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai sosial masyarakat.
Lex Specialis: UU Pornografi Mendahului KUHP
Jika suatu perbuatan melanggar kedua aturan tersebut, maka berlaku asas lex specialis derogat legi generali, yaitu hukum khusus (UU Pornografi) mengesampingkan hukum umum (KUHP). Dalam konteks ini, memperdengarkan suara cabul lebih tepat dijerat dengan UU Pornografi.