Apakah Mahar Termasuk Harta Bersama dalam Pernikahan?

Banyak orang masih keliru memahami kedudukan mahar dalam pernikahan. Sebagian besar mengira bahwa mahar termasuk dalam harta bersama (gono-gini), padahal anggapan tersebut tidak benar secara hukum. Faktanya, hukum mahar dalam pernikahan menetapkan bahwa mahar merupakan hak pribadi istri, bukan bagian dari harta bersama.

Kedudukan Mahar dalam Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam

Calon suami wajib menyerahkan mahar kepada calon istri sebelum atau pada saat akad nikah. Dengan kata lain, pemberian mahar terjadi sebelum terbentuknya ikatan perkawinan. Sementara itu, hukum mendefinisikan harta bersama sebagai harta yang diperoleh suami dan/atau istri selama berlangsungnya ikatan perkawinan.

Pasal 32 Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara tegas menyatakan bahwa mahar diberikan langsung kepada calon istri dan sejak saat itu menjadi hak pribadinya. Oleh karena itu, hukum tidak mengakui mahar sebagai harta bersama.

Apakah Rumah yang Dijadikan Mahar Termasuk Gono-Gini?

Pertanyaan umum sering muncul: bagaimana jika bentuk mahar berupa rumah? Apakah rumah tersebut tetap menjadi milik pribadi istri?

Jawabannya: ya. Meskipun bentuk mahar berupa rumah, hukum tetap mengklasifikasikannya sebagai hak pribadi istri. Oleh karena itu, rumah tersebut tidak termasuk dalam harta bersama. Ketika terjadi perceraian, mantan istri berhak sepenuhnya atas rumah tersebut tanpa harus meminta persetujuan dari mantan suami, baik untuk menjual maupun mengalihkan kepemilikannya.

Penjualan Harta Bersama setelah Perceraian

Hukum mengatur bahwa harta bersama hanya dapat dialihkan dengan persetujuan kedua pihak. Pasal 92 KHI dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan secara tegas menyatakan bahwa suami atau istri tidak boleh menjual atau memindahkan harta bersama tanpa izin dari pasangan.

Namun demikian, terdapat pengecualian. Jika sebelum menikah para pihak telah membuat perjanjian perkawinan tertulis yang mencantumkan kewenangan masing-masing untuk menjaminkan atau mengalihkan harta, maka mereka dapat melakukan perbuatan hukum tanpa perlu izin dari pasangan. Pasal 47 ayat (3) KHI memberikan dasar hukum untuk hal tersebut.

Dengan demikian, perjanjian perkawinan dapat mengatur pengecualian terhadap aturan umum mengenai harta bersama.

Prosedur Pembagian Harta Gono-Gini

Pasal 97 KHI menyatakan bahwa janda atau duda cerai berhak atas separuh bagian dari harta bersama, kecuali jika perjanjian perkawinan menentukan lain. Dalam praktiknya, pengadilan agama memutus pembagian harta berdasarkan permohonan atau gugatan dari pihak yang bersangkutan.

Jika suami dan istri sepakat mengenai pembagian harta bersama, mereka dapat menyampaikan kesepakatan tersebut di dalam atau di luar persidangan. Selanjutnya, hakim akan menetapkan pembagian harta tersebut dalam putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat bagi kedua belah pihak.

Apa Risiko Menjual Harta Bersama Tanpa Izin?

Jika suami atau istri menjual atau mengalihkan harta bersama tanpa meminta persetujuan dari pasangannya sebelum pengadilan mengeluarkan putusan, mereka melakukan tindakan yang dapat tergolong sebagai penggelapan. Oleh karena itu, pasangan yang dirugikan berhak melaporkan tindakan tersebut kepada pihak berwenang atau mengajukan gugatan ke pengadilan.

Kesimpulan

Hukum secara tegas membedakan antara mahar dan harta bersama. Mahar merupakan hak pribadi istri dan tidak termasuk dalam gono-gini. Oleh sebab itu, istri dapat menjual atau mengalihkan mahar tanpa perlu persetujuan suami, bahkan setelah perceraian terjadi.

Sebaliknya, untuk harta bersama, suami dan istri harus mendapatkan persetujuan satu sama lain sebelum melakukan tindakan hukum atas harta tersebut, kecuali jika perjanjian perkawinan menyatakan sebaliknya. Menjual harta bersama tanpa persetujuan melanggar hukum dan dapat menimbulkan konsekuensi pidana maupun perdata.

Telusuri Lebih Lanjut