Persyaratan Pengajuan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
Agar dapat memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), pemohon wajib memenuhi sejumlah syarat berikut:
- Data Pemohon atau Pemilik
Pemohon harus mencantumkan data pribadi atau badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan yang sah menurut hukum sebagai pemilik bangunan gedung. Jika pemohon bertindak berdasarkan kuasa, maka ia wajib menyertakan data pihak pemberi kuasa. - Data Bangunan Gedung
Pemohon wajib melampirkan informasi lengkap mengenai bangunan yang akan didirikan atau diubah. - Dokumen Rencana Teknis
Pemohon harus melampirkan dokumen rencana teknis yang terdiri dari:- Dokumen Rencana Arsitektur, mencakup data penyedia jasa, konsep rancangan, denah, serta detail arsitektural lainnya.
- Dokumen Rencana Struktur, berisi gambar struktur bawah, struktur atas, dan struktur basemen lengkap dengan detail teknisnya.
- Dokumen Rencana Utilitas, meliputi sistem proteksi kebakaran, penghawaan, ventilasi, dan transportasi vertikal atau horizontal.
- Spesifikasi Teknis, menjelaskan material atau bahan secara rinci pada setiap komponen bangunan.
Apakah Status Hak atas Tanah Menjadi Syarat Pengajuan PBG?
Peraturan perundang-undangan seperti PP 16/2021, PP 28/2025, dan UU 28/2002 yang telah diubah oleh Perppu Cipta Kerja, tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa status hak atas tanah menjadi syarat mutlak untuk mengajukan PBG.
Namun demikian, Pasal 35 ayat (2) UU 28/2002 yang telah diubah menjelaskan bahwa seseorang dapat membangun gedung di atas tanah milik sendiri atau milik pihak lain. Dalam hal tanah tersebut bukan milik pribadi, pemilik bangunan harus membuat perjanjian tertulis dengan pemilik tanah. Perjanjian ini harus berbentuk akta autentik dan memuat hak serta kewajiban kedua belah pihak.
Lebih lanjut, Penjelasan Umum PP 16/2021 menyebutkan bahwa kejelasan status hak atas tanah menjadi syarat mutlak dalam mendirikan bangunan. Bahkan dalam praktiknya, sistem SIMBG mewajibkan pemohon untuk mengisi data terkait dokumen kepemilikan tanah saat mengajukan PBG.
Dengan kata lain, secara administratif, status hak atas tanah menjadi salah satu syarat penting untuk mengajukan PBG, meskipun dalam PP 16/2021, dokumen ini lebih ditekankan sebagai syarat untuk memperoleh SBKBG (Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung) setelah mendapatkan PBG.
Mengajukan PBG Tanpa Sertifikat HGB atau HGU, Apakah Bisa?
Menurut Pasal 7 ayat (2) huruf a Permen PUPR 27/2018, status hak atas tanah dibuktikan dengan dokumen administratif berupa surat bukti hak atas tanah, seperti sertifikat HGB, HGU, atau hak milik lainnya.
Lalu, apakah dokumen seperti PKKPR atau SKT dapat menggantikan syarat tersebut?
Jika merujuk pada PKKPR, dokumen ini hanya menunjukkan kesesuaian rencana kegiatan dengan tata ruang. Maka, meskipun PKKPR memuat informasi penguasaan tanah, dokumen ini tidak membuktikan status kepemilikan tanah secara sah. Dengan demikian, pemohon tetap harus menyertakan sertifikat hak atas tanah saat mengajukan PBG.
Bagaimana dengan SKT? SKT (Surat Keterangan Tanah) merupakan bukti kepemilikan yang bersifat di bawah tangan. Meskipun banyak pihak menggunakan SKT sebagai dasar pendaftaran hak atas tanah, dokumen ini belum memberikan kekuatan pembuktian setara akta autentik.. Oleh karena itu, pemohon tidak bisa menggunakan SKT sebagai pengganti dokumen kepemilikan hak atas tanah untuk pengajuan PBG.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, kami menyarankan agar Anda mengajukan PBG setelah memperoleh sertifikat HGB atau HGU. Untuk mempercepat proses, Anda juga dapat berkonsultasi langsung dengan dinas terkait.