Keadilan Restoratif dalam Proses Penegakan Hukum
Kewenangan Kepolisian dalam Menangani Laporan Tindak Pidana
Kepolisian memiliki kewenangan untuk menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat mengenai dugaan tindak pidana. Masyarakat dapat menyampaikan laporan secara tertulis, lisan, maupun melalui media elektronik.[1] Setelah menerima laporan, kepolisian akan melakukan penyelidikan, termasuk melakukan wawancara terhadap saksi-saksi.[2]
Kemudian, pihak kepolisian akan menggelar perkara untuk menentukan apakah peristiwa tersebut memenuhi unsur tindak pidana. Jika ya, maka proses dilanjutkan ke tahap penyidikan. Namun, jika tidak terbukti sebagai tindak pidana, maka penyelidikan dihentikan.[3]
Prinsip Keadilan Restoratif dalam Proses Hukum
Kepolisian menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Prinsip ini mengutamakan penyelesaian perkara secara damai dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, serta tokoh masyarakat, agama, adat, atau pemangku kepentingan lainnya.[4] Tujuannya adalah mengembalikan keadaan seperti semula dan menghindari konflik berkepanjangan.
Tahapan Penanganan Berdasarkan Keadilan Restoratif
Penerapan keadilan restoratif berlangsung dalam tiga kegiatan utama:[5]
- Penyelenggaraan fungsi reserse kriminal
- Penyelidikan
- Penyidikan
Pengemban fungsi Pembinaan Masyarakat dan Samapta Polri menangani tindak pidana ringan dalam tahap reserse kriminal.[6] Sementara itu, penyidik Polri menangani penyelidikan atau penyidikan yang berpotensi dihentikan apabila memenuhi prinsip keadilan restoratif.[7]
Syarat Materiel dan Formil Keadilan Restoratif
Untuk menyelesaikan perkara secara restoratif, proses penyidikan harus memenuhi syarat materiel dan formil.[8]
Syarat Materiel
- Perkara tidak menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat.
- Tidak memicu konflik sosial.
- Semua pihak sepakat untuk berdamai dan melepaskan hak menuntut secara hukum.
- Pelaku melakukan perbuatan dengan kesalahan yang tidak berat dan bukan residivis.
- Perkara masih dalam tahap penyelidikan atau penyidikan sebelum SPDP dikirim ke penuntut umum.
Syarat Formil
- Terdapat surat permohonan perdamaian dari pelapor dan terlapor.
- Para pihak menandatangani akta dading (pernyataan perdamaian), disaksikan tokoh masyarakat dan atasan penyidik.
- Penyidik membuat berita acara tambahan setelah penyelesaian melalui keadilan restoratif.
- Gelar perkara khusus menyetujui penyelesaian restoratif.
- Pelaku menerima tanggung jawab dan mengganti kerugian secara sukarela.
Surat Perjanjian Damai dan SP3
Dalam kasus Anda, penyelidik dari Kepolisian Resort Kota telah memeriksa B dan menyimpulkan bahwa B tidak terbukti melakukan penipuan atau penggelapan. Selanjutnya, A dan B sepakat untuk berdamai dan menandatangani surat perjanjian damai.
Makna Hukum dari Perdamaian
Perdamaian berarti kesepakatan antara dua pihak yang saling menyerahkan, menjanjikan, atau menahan sesuatu untuk menyelesaikan atau mencegah sengketa. Pihak yang bersengketa harus membuat perdamaian secara tertulis agar hukum mengakuinya.[9]
Objek perdamaian bisa berupa barang atau hak milik tertentu.[10] Setelah para pihak menandatangani perjanjian damai, maka perjanjian tersebut mengikat dan berlaku seperti undang-undang bagi para pihak.[11]
Baca juga: Asas-Asas dalam Pasal 1338 KUH Perdata
Ketika Salah Satu Pihak Membatalkan Perdamaian
Jika A, satu tahun setelah menjalankan perdamaian, mengaku mengalami kerugian dan bersama pengacaranya melaporkan kembali kasus yang sama ke kantor Polsek, serta berkonspirasi menjebak B, maka B berhak menempuh upaya hukum untuk melindungi diri.
Kekuatan Hukum Perdamaian
Perjanjian damai memiliki kekuatan hukum yang setara dengan putusan pengadilan tingkat akhir.Oleh karena itu, hukum melarang siapa pun membatalkan perdamaian hanya karena melakukan kekeliruan hukum atau merasa dirugikan.