Mengenal Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dalam Hukum Jaminan Kebendaan

Dalam sistem hukum jaminan di Indonesia, kita mengenal dua bentuk utama jaminan, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.

Apa Itu Jaminan Kebendaan?

Jaminan kebendaan melekat pada benda tertentu milik debitur. Jenis jaminan ini memberikan hak kepada kreditur untuk mendahului kreditur lain dalam pelunasan piutang apabila debitur gagal memenuhi kewajibannya. Jaminan kebendaan juga bersifat mengikuti benda tersebut di tangan siapa pun benda itu berada.

Bagaimana Jaminan Perorangan Bekerja?

Berbeda dengan jaminan kebendaan, jaminan perorangan bersumber dari pihak ketiga yang berkomitmen untuk menanggung utang debitur apabila debitur tidak sanggup melunasinya. Dalam konteks ini, objek jaminan tidak berupa benda, melainkan berbentuk penanggungan pribadi sebagaimana diatur dalam perjanjian borgtocht atau penanggungan menurut KUH Perdata.

Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Tanah

Ketika objek jaminan berupa tanah atau benda terkait tanah, sistem hukum Indonesia menggunakan hak tanggungan sebagai bentuk jaminan kebendaan. Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan menyebutkan bahwa hak tanggungan merupakan hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sesuai UUPA. Hak ini memberikan kreditur hak prioritas atas piutangnya terhadap kreditur lain.

Dengan demikian, hak tanggungan memberi perlindungan hukum kepada kreditur untuk mendahului pihak lain dalam proses pelunasan utang melalui pelelangan tanah yang dijaminkan apabila debitur wanprestasi.

Apa Itu APHT?

Untuk membebankan hak tanggungan secara sah, para pihak wajib membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pasal 1 angka 5 UU Hak Tanggungan mendefinisikan APHT sebagai akta autentik yang dibuat oleh PPAT dan memuat pemberian hak tanggungan dari debitur kepada kreditur.

Para pihak membuat APHT untuk melahirkan hak tanggungan dan menjamin pengakuan hukumnya. Oleh karena itu, PPAT wajib menyusun akta ini secara autentik dan mencantumkan informasi lengkap seperti identitas para pihak, rincian utang, objek tanah, nilai jaminan, dan klausul penting seperti parate executie.


Ruang Lingkup APHT dalam Hukum Jaminan

Siapa Saja Subjek dalam APHT?

Subjek hukum dalam APHT terdiri dari pemberi hak tanggungan (debitur) dan pemegang hak tanggungan (kreditur). Pemberi dan pemegang hak tanggungan harus menyatakan persetujuan secara aktif karena tanpa keterlibatan mereka berdua, mereka tidak dapat membuat APHT yang sah dan tidak bisa mendaftarkannya.

Baik orang perseorangan maupun badan hukum dapat menjadi pihak dalam APHT. Karena APHT merupakan wujud dari pernyataan kehendak bersama, maka subjek dalam APHT harus identik dengan subjek dalam hak tanggungan.

Objek Jaminan yang Termuat dalam APHT

Selain subjek hukum, APHT juga harus mencantumkan objek jaminan secara rinci. Pemberi hak tanggungan harus memilih objek yang sesuai dengan jenis tanah yang dapat mereka bebankan hak tanggungan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UU Hak Tanggungan, yaitu:

  1. Hak milik
  2. Hak guna usaha (HGU)
  3. Hak guna bangunan (HGB)
  4. Hak pakai yang dapat dipindahtangankan dan wajib didaftar
  5. Tanah berikut bangunan atau hasil karya lain yang menjadi satu kesatuan dan secara tegas dicantumkan dalam APHT

Bagaimana Kekuatan Hukum APHT?

Walaupun PPAT menyusun APHT secara autentik, akta ini belum cukup kuat untuk menimbulkan hak tanggungan yang sempurna. APHT baru mengikat secara hukum terhadap para pihak, tetapi belum memiliki daya ikat terhadap pihak ketiga. Oleh karena itu, para pihak wajib mendaftarkan APHT ke Kantor Pertanahan.

Mengapa Pendaftaran APHT Penting?

Setelah pendaftaran selesai, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan (SHT), mencatatnya dalam buku tanah, dan mencantumkan endorsement pada sertifikat hak atas tanah. Proses ini memberikan kreditur perlindungan hukum yang kuat terhadap pihak ketiga, sesuai Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan


Kesimpulan

Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) berperan penting dalam sistem hukum jaminan kebendaan di Indonesia. Jika menteri menyetujui permohonan, Presiden akan menerbitkan Keputusan Presiden, dan menteri akan mengumumkan nama pemohon dalam Berita Negara. Namun, agar hak tersebut sah dan mengikat secara hukum, para pihak harus menyusun APHT secara autentik dan mendaftarkannya ke Kantor Pertanahan. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap kreditur menjadi lebih kuat dan efektif.

Telusuri Lebih Lanjut